Pembelajaran Bahasa Arab (Bgn.4)

Part 4

??????????? ???? ??????????
NAIBUL FA’IL


???????? ?????????? ???? ???? ??????? # ??????? ???? ???????? ?????? ???????
Maf’ul bih menggantikan Fa’il di dalam semua hukumnya. Seperti contoh: “NIILA KHOURU NAA-ILI=anugerah terbaik telah diperoleh” .

KETERANGAN:
Naibul Fa’il adalah Isim yg dirofa’kan baik secara lafzhan atau mahallan, menggantikan dan menempati tempatnya fa’il yg dibuang dan fi’ilnya dibina’ Majhul. Baik isim yg menggantikan itu asalnya berupa Maf’ul bih atau serupanya semisal Zhorof, Masdar, Jar-majru dll.
Dengan demikian pembuangan Fa’il dalam hal ini menimbulkan dua keputusan:
1. Merubah Fi’ilnya ke bentuk Majhul
2. Menempatkan Pengganti Fa’il pada posisi Fa’il beriku hukum2nya sebagaimana telah disebutkan dalam Bab Faa’il– semisal harus Rofa’, harus berada setelah Fi’ilnya, sebagai subjek pokok kalimat, hukum ta’nits pada fi’ilnya, dll.

????????? ????????? ????????? ?????????????? # ????????? ??????? ??? ?????? ????????
Dhommahkan huruf pertama Kalimah Fi’il (Mutlak, baik Madhi atau Mudhari yg dibentuk Majhul). Dan kasrohkan huruf yg bersambung dengan akhir (yakni, huruf sebelum akhir) pada Kalimah Fi’il Madhi seperti contoh: WUSHILA

??????????? ???? ????????? ??????????? # ??????????? ????????? ?????? ?????????
Dan jadikanlah huruf sebelum terakhir dari Fi’il Mudhari dengan berharkat Fathah, demikian seperti YANTAHII diucapkan menjadi YUNTAHAA.

KETERANGAN:
Telah disebutkan bahwa syarat Naa’ibul Faa’il adalah Fi’ilnya harus dibentuk “Mabni Majhul”. Caranya sebagai berikut:
1. Apabila Fi’il Madhi, maka huruf awal didhammahkan dan huruf sebelum akhir dikasrahkan. Contoh :
?????? ???? ?????
FUTIHA BAABUR-RIZQI = pintu rezki telah dibuka
?????? ??????
SYURIBA AL-’ASALU = madu telah diminum
2. Apabila Fi’il Mudhari, maka maka huruf awal didhammahkan dan huruf sebelum akhir difat-hahkan. Contoh:
???????? ??????
YUHTAROMU AL-’AALIMU = orang alim dihormati
???????? ?????
YUTA’ALLAMU ANNAHWU = ilmu Nahwu dipelajari
????????????? ?????????? ??? ????????????? # ??????????? ????????? ????? ???????????
Huruf kedua yang mengiringi Ta’ Muthowa’ah, jadikanlah seperti huruf yg pertama dengan tanpa pertentangan (yakni sama-sama dikarkati Dhommah).
????????? ??????? ???????? ????????? # ??????????? ???????????? ????????????
Huruf ketiga dari fi’il yg ber-hamzah washal, juga jadikanlah seperti huruf yg pertama (yakni sama-sama dikarkati Dhommah) Seperti contoh: USTUHLIY.

KETERANGAN:
Lanjutan dari bait sebelumnya tentang menjadikan Fi’il Mabni Majhul:
Apabila kalimah fi’il diawali dengan Ta’ Muthowa’ah atau Ta’ zaidah semisalnya, maka huruf pertama dan kedua diharkati Dhommah. Contoh:
??????? ??????
TU’ULLIMA ANNAHWU = ilmu nahwu dipelajari
Dan Apabila kalimah fi’il diawali dengan Hamzah Washal, maka huruf pertama dan ketiga diharkati Dhommah. Contoh:
?????????? ??????
USTUHLIY ASY-SYAROOBU = minuman didapati manis
????????? ???? ??????? ???????????? ?????? # ??????? ??????? ??? ??????? ???????????
Harkatilah Kasroh atau dibaca Isymam terhadap FA’ Fi’il Tsulatsi Mu’tal ‘Ain. Adapun Dhommah datang semisal “BUU’A” demikian dima’afkan.

KETERANGAN:
Kelanjutan dari bait sebelumnya perihal membuat Fi’il Mabni Majhul:
Apabila berupa Fi’il Madhi tiga huruf (Tsulatsi) yg ‘ain fi’ilnya terdiri dari huruf illat baik wawu atau ya (Mu’tal ‘Ain), maka boleh dibaca tiga jalan:
1. Dibaca Kasrah, huruf illat digant ya’, contoh:
??? ?????
SHIIMA ROMADHOONU = Bulan Ramadhan dipuasai (Bulan Ramadhan dijadikan waktu berpuasa)
2. Dibaca Isymam, suara harkat antara Dhommah pendek dan Kasroh panjang dengan berurutan secara cepat. Contoh “QUIILA” dan “GHUIIDHA” bacaan qiro’ah sab’ah pada ayat berikut:
??????? ??? ?????? ???????? ??????? ????? ??????? ????????? ??????? ????????
Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan
3. Dibaca Dhammah (bacaan paling dha’if), huruf illat diganti wawu seperti BUU’U. contoh dalam syair:
???? ??? ???? ????? ???? # ???? ?????? ??? ???????
?????? ???????? ?????? ?????? ?????????? #????? ??????? ???? ????? ??????? ????
Jika ditakuti ada kesamaran pada suatu syakal/corak, maka syakal demikian harus dihindari. Dan corak yg ada pada lafal “BAA’A” terkadang dijadikan pertimbangan untuk lafazh semisal “HABBA”.

KETERANGAN:
Perihal corak bacaan antara Isymam , Dhommah , dan Kasroh pada kalimah Fi’il Madhi Tsulatsi Mu’tal ‘Ain yg musnad pada Dhamir TA’ Mutakallim, TA’ Mukhotob atau Nun Niswah, ketika dibentuk MABNI MAJHUL.
“JIKA DITAKUTI ADA KESAMARAN PADA SUATU SYAKAL, MAKA SYAKAL DEMIKIAN HARUS DIHINDARI” (Ibnu Malik).
Semisal “BI’TU” ketika dibentuk Mabni Majhul , huruf pertama boleh dibaca Dhommah atau Isymam: “BU’TU” atau “BUI’TU”. Jangan dibaca Kasroh: “BI’TU” karena takut terjadi kesamaran antara mana yg Mabni Ma’lum dan mana yang Mabni Majhul.
Dan semisal “SUMTU” ketika dibentuk Mabni Majhul , huruf pertama boleh dibaca Kasroh atau Isymam: “SIMTU” atau “SUIMTU”. Jangan dibaca Dhommah : “SUMTU” karena takut terjadi kesamaran antara mana yg Mabni Ma’lum dan mana yang Mabni Majhul.
Demikian menurut Mushannif tentang keharusan menghindari dari kesamaran syakal, dan beliau menjelaskan dalam Syarah Al-Kafiyah bahwa pendapatnya tidaklah bertentangan dengan pendapat Imam Sibawaihi yg membolehkan secara mutlak penggunaan tiga corak bacaan diatas. Imam Sibawaihi berpendapat bahwa mereka dapat membedakannya secara takdiran antara Mabni Fa’il dan Mabni Maf’ul baik Isim atau Fi’il seperti lafal “MUKHTAARUN” dan “TUDHOORRO”. Oleh karenanya menghindari Iltibas/kesamaran dalam hal ini tidaklah wajib.
Apabila kalimah Fi’il Madhi Tsulatsi berupa Bina’ Mudho’af, semisal ‘ADDA, maka ketika dibentuk mabni Majhul boleh dibaca dengan tiga corak bacaan seperti BI’TU, yakni yang paling rojih dibaca Dhommah menjadi ‘UDDA, atau dibaca Isymam UIDDA ,atau dibaca kasroh ‘IDDA.
????? ????? ????? ????? ????????? ????? # ??? ???????? ?????????? ???????? ?????????
Hukum bacaan (Dhommah, Kasroh, Isymam) bagi Fa’ Fi’il lafaz BAA’A, berlaku juga bagi Huruf sebelum ‘Ain Fi’il pada lafaz IKHTAARO dan INQAADA dan lafaz yg nampak serupanya.

KETERANGAN:
Lanjutan dari bet sebelumnya – Apabila Fi’il Madhi yg mu’tal ‘Ain tsb mengikuti wazan IFTA’ALA atau INFA’ALA, maka ketika dibentuk Mabni Majhul, huruf sebelum ‘Ain Fi’ilnya boleh dibaca DHOMMAH, KASRAH dan ISYMAM. Lebih baik dibaca Kasrah apabila Mu’tal ‘Ain Yaiy dan dibaca Dhommah apabil Mu’tal ‘Ain Wawiy.

Contoh Mu’tal ‘Ain yang Wawiy:
????? ?????? ?????? murid-murid itu patuh pada gurunya
Dibentuk Mabni Majhul yg terbaik dibaca Dhommah :
????? ?????? gurunya itu dipatuhi
atau dibaca Kasroh:
????? ?????? gurunya itu dipatuhi
Atau dibaca Ismam
????? ?????? gurunya itu dipatuhi
Contoh Mu’tal ‘Ain yang Yaiy:
????? ?????? ????? Guru itu memilih Ali
Dibentuk Mabni Majhul yg terbaik dibaca Kasroh :
????? ????? Ali dipilih
atau dibaca Dhommah:
????? ????? Ali dipilih
Atau dibaca Ismam
????? ????? Ali dipilih
???????? ??? ????? ?? ??? ??????? ?? ????? ????? ?????????? ?????
Lafazh yang dapat menerima pergantian (sebagai Naibul Fa’il) yg berupa Zhorof, Masdar atau Jar-Majrur, adalah layak (dijadikan Naibul Fa’il).

KETERANGAN:
Disebutkan pada bait pertama bahwa Maf’ul Bih menggantikan Fa’il yg tidak dihadirdkan, yakni sebagai Naibul Fa’il. Selain Maf’ul Bih ada lagi lafazh serupanya yg layak dijadikan Naibul Fa’il, yaitu Zhorof, Masdar dan Jar-Majrur, dengan ketentuan memenuhi syarat sebagai pengganti:
Syarat lafazh ZHOROF yang layak dijadikan Naibul Fa’il adalah harus Mutashorrif dan Mukhtash:
1. MUTASHORRIF (Dapat berubah-rubah). Yakni, bukan terdiri dari lafazh yg khusus dinashobkan sebab Zhorfiyah saja semisal “SAHARO”, dan atau boleh majrur hanya oleh huruf MIN saja semisal “‘INDAKA”.
Sebab kalau dijadikan Naibul-Fa’il, maka akan menjadi Rofa’ dan ini menyalahi ketentuan Bahasa Arab yg telah memberlakukan khusus semisal pada dua lafazh tersebut diatas.
2. MUKHTASH (tertentu), yakni bukan terdiri dari lafazh MUBHAM/samar. Karena mengakibatkan kalam menjadi tidak mufid, cara agar menjadi Mukhtash/tertentu adalah dengan dimudhafkan, disifati, atau sebagainya.

Contoh:
??? ???? ??????
hari kamis dipuasakan (puasa kamis)
Lafazh YAUMU mutashorrif dan menjadi mukhtash sebab mudhaf.
???? ???? ????
waktu yg panjang didudukkan (duduk lama)
Lafazh WAQTUN mutashorrif dan menjadi mukhtash sebab disifati.
??? ??????
bulah Ramadhan dipuasakan (puasa ramadhan)
Lafazh ROMADHOONU mutashorrif dan menjadi mukhtash sebab ‘Alamiyyah/Isim ‘Alam.

=====

Syarat lafazh MASDAR yang layak dijadikan Naibul Fa’il, juga harus Mutashorrif dan Mukhtash:
1. MUTASHORRIF (Dapat berubah-rubah). Yakni, bukan terdiri dari lafazh yg khusus dinashobkan sebab Masdariyah saja semisal “SUBHAANALLAHI” dan “MA’AADZALLAAHI”.
Sebab kalau dijadikan Naibul-Fa’il, maka akan menjadi Rofa’ dan ini menyalahi ketentuan Bahasa Arab yg telah memberlakukan khusus semisal pada dua kalimat tersebut diatas.
2. MUKHTASH (tertentu), yakni bukan terdiri dari lafazh MUBHAM/samar. Karena mengakibatkan kalam menjadi tidak mufid, cara agar menjadi Mukhtash/tertentu adalah dengan dimudhafkan, disifati, atau sebagainya, yg dapat menunjukkan bilangannya atau jenisnya.

Contoh:
??? ?????? ?????
bacaan yg benar telah dibacakan
Lafazh QIROO’ATUN mutashorrif dan menjadi mukhtash sebab disifati yg menunjukkan jenisnya.
???? ???? ????
satu pukulan telah dipukulkan
Lafazh DHORBUN mutashorrif dan menjadi mukhtash sebab disifati yg menunjukkan bilangannya.
???? ????? ??????
duduknya orang takut telah didudukkan (duduk gelisah)
Lafazh JULUUSUN mutashorrif dan menjadi mukhtash sebab mudhaf yg menunjukkan jenisnya.

=====

Syarat JAR-MAJRUR yang layak dijadikan Naibul Fa’il adalah huruf JAR MUTASHORRIF, MAJRUR MUKHTASH dan JAR GHAIRU TA’LIL
1. JAR MUTASHORRIF (Dapat berubah-rubah). Yakni, bukan terdiri dari huruf Jar yg khusus men-Jar-kan lafazh tertentu, semisal “MUDZ/MUNDZU” khusus menjarkan pada isim zaman, “RUBBA” khusus menjarkan pada isim nakirah, “HURUF QOSAM” khusus menjarkan pada lafaz sumpah. Dan sebagainya.
2. MAJRUR MUKHTASH (tertentu), yakni bukan terdiri dari lafazh majrur yg MUBHAM/samar. Karena mengakibatkan kalam menjadi tidak mufid, cara agar menjadi Mukhtash/tertentu adalah dengan dimudhafkan, disifati, dimakrifatkan atau sebagainya.
3. JAR GHAIRU TA’LIL (sebab/alasan), yakni bukan terdiri dari huruf Jar yg menunjukkan ta’lil/sebab alasan, semisal “huruf LAM”, “huruf BA’”, “MIN” oleh karenanya menurut jumhur nuhat Maf’ul Liajlih tidak layak dijadikan Naibul Fa’il.

Contoh:
???? ?? ?????? ??????
masjid jami’/masjid yg besar diduduki
Lafazh FII huruf jar yg mutashorrif, lafazh AL-MASJIDI mukhtash sebab disifati. JAR-MAJRUR mahal rofa’ sebab Naibul Fail, atau MAJRUR mahal rofa’ dan huruf JAR zaidah.
???? ??????? ????????
kemenangan Muslimin digembirakan
Lafazh BI huruf jar yg mutashorrif, lafazh INTISHOORI mukhtash sebab mudhof. JAR-MAJRUR mahal rofa’ sebab Naibul Fail, atau MAJRUR mahal rofa’ dan huruf JAR zaidah.
???? ???????? ????? ??????? ??????? ?????? # ?????? ???????? ???????? ???? ????????
Jika DHAMIR dari ISIM SABIQ (Isim yg mendahului dalam penyebutannya) merepotkan terhadap Fi’ilnya, tentang hal yang menashabkan lafazh Isim Sabik ataupun mahalnya.
???????????? ????????? ??????? ????????? # ??????? ????????? ????? ???? ?????????
Maka: nashabkanlah ISIM SABIK tersebut oleh FI’IL yang wajib disimpan dengan mencocoki terhadap FI’IL yang dizhahirkan.